Untuk memahami masalah hukum dan
kaidahnya, tidak lepas dari pemahaman tentang kehidupan manusia. Manusia
terlahir sebagai makhluk sosial yang harus selalu hidup bermasyarakat dan
berkelompok. Dengan demikian, manusia akan selalu mengadakan interaksi dengan
manusia lainnya.
Hal
ini tentunya dapat menimbulkan hubungan yang menyenangkan atau menimbulkan
pertentangan. Bahkan, konflik. Maka dari itu, aturan dan kaidah
hukum ini diadakan untuk mengatur
hubungan antarmanusia dalam bersosialisasi.
Pengertian Kadiah Hukum
Kaidah
hukum dapat diartikan sebagai
rumusan atau peraturan yang dibuat secara resmi oleh pemerintah atau penguasa
negara yang bersifat mengikat dan memaksa setiap warganya. Mertokusumo (2000:
117) menyebutkan bahwa kaidah hukum adalah perumusan suatu pandangan yang
objektif tentang penilaian atau sikap yang sepatutnya dilakukan atau tidak
dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan.
Kaidah
hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh
penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya
dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya
kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir
manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia.
Kaidah
hukum tidak mempersoalkan apakah
sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah
bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu. Coba kita pikirkan contoh berikut, ada
seorang pria menikahi seorang wanita dengan sah sesuai dengan aturan agama dan
negara tetapi sebenarnya didalam hatinya ada niat buruk untuk menguras harta
kekayaan si pihak wanita dan lain-lain.
Dari
contoh tersebut secara lahiriyah sesuai dengan kaidah hukum karena dia menikahi
dengan jalur tidak melanggar hukum tapi sebenarnya batin pria tersebut adalah
buruk. Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah.
Hukum
sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau
perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada konteks ini masyarakat memandang
bahwa hukum merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka
lakukan atau tidak boleh mereka lakukan.
Pada
makna ini aturan-aturan kepala adat atau tetua kampung yang harus mereka patuhi
bisa dianggap sebagai hukum, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan
yang sudah lumrah dipatuhi dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara
resmi dituliskan, namun selama ia diikuti dan dipatuhi dan apabila yang mencoba
melanggarnya akan mendapat sanksi, maka kebiasaan masyarakat ini pun dianggap
sebagai hukum. Dengan demikian, hukum sebagai kaidah merupakan pedoman atau
patokan dalam bersikap atau melakukan perbuatan yang dipandang pantas atau baik
dilakukan.
Fungsi Kaidah Hukum
Kaidah
hukum dibuat untuk menciptakan keadilan dan memperoleh kedamaian. Kedamaian
dalam hal ini adalah keserasian antara (nilai) ketertiban ekstern antarpribadi
dengan nilai ketenangan intern pribadi.
Menurut
Soekanto (1993: 50-51), fungsi kaidah hukum dalam sistem hukum Indonesia di
antaranya adalah mengusahakan kesebandingan tatanan dalam masyarakat (equity)
dan memberikan kepastian dan hukum.
Isi Kaidah Hukum
Berdasarkan
isinya, kaidah hukum dapat dibedakan menjadi tiga.
·
Suruhan (gebod). Dalam
hal ini, kaidah hukum berisi perintah yang wajib dilaksanakan oleh setiap
warganya.
·
Larangan (verbod). Dalam
hal ini, kaidah hukum berisi larangan yang harus dipatuhi oleh warga supaya
tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak diperkenankan oleh pemerintah.
·
Kebolehan (mogen). Dalam
hal ini, kaidah hukum berisi perkenan atau segala sesuatu yang boleh dilakukan
setiap warganya. Misalnya, dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 29 tentang
Perjanjian Perkawinan, bahwa kedua belah pihak dibolehkan mengadakan perjanjian
tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, baik dilakukan pada
waktu perkawinan atau sebelum perkawinan.
Sifat Kaidah Hukum
Berdasarkan
sifatnya, kaidah hukum terbagi menjadi dua jenis, yaitu kaidah hukum imperatif
dan fakultatif. Hukum imperatif merupakan kaidah hukum yang bersifat memaksa
dan mengikat siapa saja.
Sementara
kaidah hukum fakultatif, merupakan kaidah hukum yang tidak mengikat, namun
bersifat sebagai pelengkap sehingga dapat dikesampingkan dengan perjanjian oleh
para pihak. Dilihat dari sifatnya, kaidah hukum dapat dibagi menjadi dua.
1.
Hukum yang Imperatif
Maksudnya
kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan
memaksa. Contohnya apabila seorang guru Sekolah Dasar akan mengadakan pungutan,
maka ia tidak boleh melanggar peraturan undang-undang yang mengatur tentang
PNS, pendidikan, korupsi dan sebagainya. Bila ia terbukti melakukan pelanggaran
hukum karena pungutan tersebut, maka ia dapat dilaporkan kepada pihak yang
berwenang.
2. Hukum yang Fakultatif
2. Hukum yang Fakultatif
Maksudnya
ialah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat
sebagai pelengkap. Contohnya setiap warga negara berhak untuk mengemukakan
pendapat. Apabila seseorang berada di dalam forum, maka ia dapat mengeluarkan
pendapatnya atau tidak sama sekali.Bentuk Kaidah Hukum
Menurut
bentuknya, kaidah hukum dapat dibedakan menjadi kaidah hukum tertulis dan
kaidah hukum tidak tertulis. Kaidah hukum tertulis umumnya dituangkan dalam
bentuk tulisan pada undang-undang dan sebagainya.
Kelebihan
kaidah hukum yang tertulis adalah adanya kepastian hukum, mudah diketahui, dan
penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kaidah hukum tidak tertulis umumnya
berkembang dalam masyarakat dan bergerak sesuai perkembangan masyarakat. Menurut
bentuknya, kaidah hukumdapat
dibedakan menjadi dua.
·
Kaidah Hukum yang Tidak Tertulis.
Kaidah hukum yang tidak tertulis biasanya tumbuh dalam masyarakat dan bergerak
sesuai dengan perkembangan masyarakat.
·
Kaidah Hukum yang Tertulis. Kaidah
hukum yang tertulis biasanya dituangkan dalam bentuk tulisan pada undang-undang
dan sebagainya. Kelebihan kaidah hukum yang tertulis adalah adanya kepastian
hukum, mudah diketahui dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum.
Meskipun
demikian, hendaknya kita juga mematuhi kaidah hukum yang tidak tertulis bila
kita tidak keberatan melaksanakannya. Contohnya bila bertemu dengan orang lain
hendaknya kita tersenyum menyapa. Bila bertemu dengan peminta-minta hendaknya
memberikan seikhlasnya.
Perbedaan Kaidah Hukum dengan Kaidah Agama dan Kesusilaan
Terdapat
perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama dan
kesusilaan. Meskipun keduanya merupakan seperangkat aturan yang harus kita
patuhi, tetapi dari beberapa sudut pandang memiliki perbedaan. Lalau apa
perbedaan esensial antara kaidah hukum dengan kaidah agama dan kesusilaan? Bisa
kita lihat sebagai berikut.
·
Dilihat dari Tujuannya. Kaidah hukum
bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan melindungi manusia
beserta kepentingannya. Sedangkan kaidah agama dan kesusilaan bertujuan untuk
memperbaiki pribadi agar menjadi manusia ideal.
·
Dilihat dari Sasarannya. Kaidah
hukum mengatur tingkah laku manusia dan diberi sanksi bagi setiap pelanggarnya,
sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan mengatur sikap batin manusia
sebagai pribadi. Kaidah hukum menghendaki tingkah laku manusia sesuai dengan
aturan sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan menghendaki sikap batin
setia pribadi itu baik.
·
Dilihat dari Sumber Sanksinya.
Kaidah hukum dan kaidah agama sumber sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan
oleh kekuasaan dari luar diri manusia (heteronom), sedangkan kaidah kesusilaan
sanksinya berasal dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya
(otonom).
·
Dilihat dari Kekuatan Mengikatnya.
Pelaksanaan kaidah hukum dipaksakan secara nyata oleh kekuasaan dari luar, sedangkan
pelaksanaan kaidah agama dan kesusilaan pada asasnya tergantng pada yang
bersangkutan.
·
Dilihat dari Isinya. Kaidah hukum
memberikan hak dan kewajiban (atribut dan normatif) sedang kaidah agama dan
kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja (normatif).
Kaidah hukum dapat dibedakan dengan
kaidah kepercayaan, kaidah kesusilaan dan sopan santun, tetapi tidak dapat
dipisahkan, sebab meskipun ada perbedaannya ada pola temunya. Terdapat hubungan
yang erat sekali antara keempat –empatnya. Isi masing-masing kaidah saling
mempengaruhi suatu sarana lain, kadang-kadang saling memperkuat.
·
Beberapa perbedaaan dari segi
tujuan, sasaran, alasan, usul, sanksi dan isinya.
·
Kita memulai mengadakan perbedaan
antara kaidah hukum dengan kaidah agama (kaidah kepercayaan) dan kaidah
kesusilaan.
Dari
segi tujuan kaidah hukum bertujuan menciptalan tata tertib masyarakat dan
melindungi manusia beserta kepentingannya, kaidah agama(kaidahkepercayaan) dan
kesusilaan bertujuan memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia ideal
(Insan Kamil). Dari segi sasaran, kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia
agar sesuai dengan aturan.
Kaidah
agama dan kesusilaan mengatur sikap batin manusia yang pribadi agar menjadi
manusia yang berkepribadian kamil. Dari asal-usul kaidah kesopanan (sopan
santun) dari luar diri manusia itu sendiri, kaidah agama (kaidah kepercayaan)
berasal dari Tuhan yang maha Esa. Dari segi biaya, kaidah hukum memberikan hak
dan kewajiban (atributif dan normatif). Kaidah Agama dan kaidah kesusilaan
hanya memberikan kewajiban saja (normatif).
▷ Casino Site in India 🎖️ ₹10,000 Bonus + 150 Free Spins
BalasHapusPlay Casino Slots for real money at Lucky Club ⚡ Sign up now and get 150 Free Spins ⚡ No luckyclub.live deposits and £150 free spins ⚡ 24/7 support.