Rabu, 17 Desember 2014

MEMAHAMI KAIDAH HUKUM


Untuk memahami masalah hukum dan kaidahnya, tidak lepas dari pemahaman tentang kehidupan manusia. Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang harus selalu hidup bermasyarakat dan berkelompok. Dengan demikian, manusia akan selalu mengadakan interaksi dengan manusia lainnya.
Hal ini tentunya dapat menimbulkan hubungan yang menyenangkan atau menimbulkan pertentangan. Bahkan, konflik. Maka dari itu, aturan dan kaidah hukum ini diadakan untuk mengatur hubungan antarmanusia dalam bersosialisasi.
Pengertian Kadiah Hukum
Kaidah hukum dapat diartikan sebagai rumusan atau peraturan yang dibuat secara resmi oleh pemerintah atau penguasa negara yang bersifat mengikat dan memaksa setiap warganya. Mertokusumo (2000: 117) menyebutkan bahwa kaidah hukum adalah perumusan suatu pandangan yang objektif tentang penilaian atau sikap yang sepatutnya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan.

Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia.
Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu. Coba kita pikirkan contoh berikut, ada seorang pria menikahi seorang wanita dengan sah sesuai dengan aturan agama dan negara tetapi sebenarnya didalam hatinya ada niat buruk untuk menguras harta kekayaan si pihak wanita dan lain-lain.
Dari contoh tersebut secara lahiriyah sesuai dengan kaidah hukum karena dia menikahi dengan jalur tidak melanggar hukum tapi sebenarnya batin pria tersebut adalah buruk. Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah.
Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada konteks ini masyarakat memandang bahwa hukum merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka lakukan atau tidak boleh mereka lakukan.
Pada makna ini aturan-aturan kepala adat atau tetua kampung yang harus mereka patuhi bisa dianggap sebagai hukum, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan yang sudah lumrah dipatuhi dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara resmi dituliskan, namun selama ia diikuti dan dipatuhi dan apabila yang mencoba melanggarnya akan mendapat sanksi, maka kebiasaan masyarakat ini pun dianggap sebagai hukum. Dengan demikian, hukum sebagai kaidah merupakan pedoman atau patokan dalam bersikap atau melakukan perbuatan yang dipandang pantas atau baik dilakukan.
Fungsi Kaidah Hukum
Kaidah hukum dibuat untuk menciptakan keadilan dan memperoleh kedamaian. Kedamaian dalam hal ini adalah keserasian antara (nilai) ketertiban ekstern antarpribadi dengan nilai ketenangan intern pribadi.
Menurut Soekanto (1993: 50-51), fungsi kaidah hukum dalam sistem hukum Indonesia di antaranya adalah mengusahakan kesebandingan tatanan dalam masyarakat (equity) dan memberikan kepastian dan hukum.
Isi Kaidah Hukum
Berdasarkan isinya, kaidah hukum dapat dibedakan menjadi tiga.
·       Suruhan (gebod). Dalam hal ini, kaidah hukum berisi perintah yang wajib dilaksanakan oleh setiap warganya.
·       Larangan (verbod). Dalam hal ini, kaidah hukum berisi larangan yang harus dipatuhi oleh warga supaya tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak diperkenankan oleh pemerintah.
·       Kebolehan (mogen). Dalam hal ini, kaidah hukum berisi perkenan atau segala sesuatu yang boleh dilakukan setiap warganya. Misalnya, dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 29 tentang Perjanjian Perkawinan, bahwa kedua belah pihak dibolehkan mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, baik dilakukan pada waktu perkawinan atau sebelum perkawinan.
Sifat Kaidah Hukum
Berdasarkan sifatnya, kaidah hukum terbagi menjadi dua jenis, yaitu kaidah hukum imperatif dan fakultatif. Hukum imperatif merupakan kaidah hukum yang bersifat memaksa dan mengikat siapa saja.
Sementara kaidah hukum fakultatif, merupakan kaidah hukum yang tidak mengikat, namun bersifat sebagai pelengkap sehingga dapat dikesampingkan dengan perjanjian oleh para pihak. Dilihat dari sifatnya, kaidah hukum dapat dibagi menjadi dua.
1. Hukum yang Imperatif
Maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa. Contohnya apabila seorang guru Sekolah Dasar akan mengadakan pungutan, maka ia tidak boleh melanggar peraturan undang-undang yang mengatur tentang PNS, pendidikan, korupsi dan sebagainya. Bila ia terbukti melakukan pelanggaran hukum karena pungutan tersebut, maka ia dapat dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

2. Hukum yang Fakultatif
Maksudnya ialah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap. Contohnya setiap warga negara berhak untuk mengemukakan pendapat. Apabila seseorang berada di dalam forum, maka ia dapat mengeluarkan pendapatnya atau tidak sama sekali.Bentuk Kaidah Hukum
Menurut bentuknya, kaidah hukum dapat dibedakan menjadi kaidah hukum tertulis dan kaidah hukum tidak tertulis. Kaidah hukum tertulis umumnya dituangkan dalam bentuk tulisan pada undang-undang dan sebagainya.
Kelebihan kaidah hukum yang tertulis adalah adanya kepastian hukum, mudah diketahui, dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kaidah hukum tidak tertulis umumnya berkembang dalam masyarakat dan bergerak sesuai perkembangan masyarakat. Menurut bentuknya, kaidah hukumdapat dibedakan menjadi dua.
·       Kaidah Hukum yang Tidak Tertulis. Kaidah hukum yang tidak tertulis biasanya tumbuh dalam masyarakat dan bergerak sesuai dengan perkembangan masyarakat.
·       Kaidah Hukum yang Tertulis. Kaidah hukum yang tertulis biasanya dituangkan dalam bentuk tulisan pada undang-undang dan sebagainya. Kelebihan kaidah hukum yang tertulis adalah adanya kepastian hukum, mudah diketahui dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum.
Meskipun demikian, hendaknya kita juga mematuhi kaidah hukum yang tidak tertulis bila kita tidak keberatan melaksanakannya. Contohnya bila bertemu dengan orang lain hendaknya kita tersenyum menyapa. Bila bertemu dengan peminta-minta hendaknya memberikan seikhlasnya.
Perbedaan Kaidah Hukum dengan Kaidah Agama dan Kesusilaan
Terdapat perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama dan kesusilaan. Meskipun keduanya merupakan seperangkat aturan yang harus kita patuhi, tetapi dari beberapa sudut pandang memiliki perbedaan. Lalau apa perbedaan esensial antara kaidah hukum dengan kaidah agama dan kesusilaan? Bisa kita lihat sebagai berikut.
·       Dilihat dari Tujuannya. Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya. Sedangkan kaidah agama dan kesusilaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi agar menjadi manusia ideal.
·       Dilihat dari Sasarannya. Kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia dan diberi sanksi bagi setiap pelanggarnya, sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan mengatur sikap batin manusia sebagai pribadi. Kaidah hukum menghendaki tingkah laku manusia sesuai dengan aturan sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan menghendaki sikap batin setia pribadi itu baik.
·       Dilihat dari Sumber Sanksinya. Kaidah hukum dan kaidah agama sumber sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia (heteronom), sedangkan kaidah kesusilaan sanksinya berasal dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya (otonom).
·       Dilihat dari Kekuatan Mengikatnya. Pelaksanaan kaidah hukum dipaksakan secara nyata oleh kekuasaan dari luar, sedangkan pelaksanaan kaidah agama dan kesusilaan pada asasnya tergantng pada yang bersangkutan.
·       Dilihat dari Isinya. Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atribut dan normatif) sedang kaidah agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja (normatif).
Kaidah hukum dapat dibedakan dengan kaidah kepercayaan, kaidah kesusilaan dan sopan santun, tetapi tidak dapat dipisahkan, sebab meskipun ada perbedaannya ada pola temunya. Terdapat hubungan yang erat sekali antara keempat –empatnya. Isi masing-masing kaidah saling mempengaruhi suatu sarana lain, kadang-kadang saling memperkuat.
·       Beberapa perbedaaan dari segi tujuan, sasaran, alasan, usul, sanksi dan isinya.
·       Kita memulai mengadakan perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama (kaidah kepercayaan) dan kaidah kesusilaan.
Dari segi tujuan kaidah hukum bertujuan menciptalan tata tertib masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya, kaidah agama(kaidahkepercayaan) dan kesusilaan bertujuan memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia ideal (Insan Kamil). Dari segi sasaran, kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia agar sesuai dengan aturan.
Kaidah agama dan kesusilaan mengatur sikap batin manusia yang pribadi agar menjadi manusia yang berkepribadian kamil. Dari asal-usul kaidah kesopanan (sopan santun) dari luar diri manusia itu sendiri, kaidah agama (kaidah kepercayaan) berasal dari Tuhan yang maha Esa. Dari segi biaya, kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atributif dan normatif). Kaidah Agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja (normatif).

1 komentar:

  1. ▷ Casino Site in India 🎖️ ₹10,000 Bonus + 150 Free Spins
    Play Casino Slots for real money at Lucky Club ⚡ Sign up now and get 150 Free Spins ⚡ No luckyclub.live deposits and £150 free spins ⚡ 24/7 support.

    BalasHapus